Rabu, 15 Januari 2014

Kisah Bawang Putih dan Bawah Merah


Selama seminggu Bawang Putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang Putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu. Nenek pun memanggil Bawang Putih. (int)





--------------

Bawang Putih dan Bawang Merah


Cerita rakyat asal Riau, ditulis ulang oleh: Asnawin Aminuddin

Alkisah pada jaman dahulu kala, di sebuah desa, ada satu keluarga kecil yang hidup bahagia, tenteram, dan damai. Keluarga kecil tersebut terdiri atas seorang ayah, seorang ibu, dan seorang gadis remaja yang cantik bernama Bawang Putih.

Meskipun ayah Bawang Putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu Bawang Putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang Putih sangat berduka, demikian pula ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang Putih meninggal, ibu Bawang Merah sering berkunjung ke rumah Bawang Putih. Dia sering membawakan makanan, membantu Bawang Putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol.

Akhirnya ayah Bawang Putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang Merah, supaya Bawang Putih tidak lagi kesepian.

Dengan pertimbangan dari Bawang Putih, maka ayah Bawang Putih menikah dengan ibu Bawang Merah. Awalnya Bawang Merah dan ibunya sangat baik kepada Bawang Putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan.

Mereka kerap memarahi Bawang Putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang Putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang Merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang Putih tidak mengetahuinya, karena Bawang Putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang Putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang Merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang Putih. Bawang Putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang Merah dan ibunya.

Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun, dan pergi ke sungai untuk mencuci pakaian. Lalu dia masih harus menyeterika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang Putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Suatu pagi, seperti biasa, Bawang Putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya.

Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang Putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking asyiknya, Bawang Putih tidak menyadari bahwa salah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya, baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya.

Bawang Putih baru sadar baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang Putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya.

“Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”," bentak ibu tirinya lagi.

Bawang Putih terpaksa menuruti keinginan ibu tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi, namun Bawang Putih belum juga menemukan baju ibunya.

Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut di sana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang Putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya.

Bawang Putih kemudian bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.”

“Ya, tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang Putih dan segera berlari kembali menyusuri.

Hari sudah mulai gelap, Bawang Putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuk pintunya.

“Permisi…!” kata Bawang Putih.

Seorang perempuan tua membuka pintu.

“Siapa kamu, Nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang Putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang Putih.

“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya si nenek.

“Iya nek. Apa… nenek menemukannya?” tanya Bawang Putih.

“Benar, tadi baju itu tersangkut di tepi sungai di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek.

“Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu di sini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.

Bawang Putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang Putih pun merasa iba.

“Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang Putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang Putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang Putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu. Nenek pun memanggil Bawang Putih.

“Nak, sudah seminggu kamu tinggal di sini. Aku senang karena kamu anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu, sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek sambil menunjuk ke arah dua buah labu yang ada di atas meja dapur.

Mulanya Bawang Putih menolak diberi hadiah, tetapi sang nenek tetap memaksanya. Akhirnya, Bawang Putih memilih labu yang paling kecil.

“Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya.

Sang nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang Putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya, tetapi tetap saja ibu tirinya marah. Dia langsung merebut bajunya dari tangan Bawang Putih dan dan menyerahkannya kepada Bawang Merah. Kemudian dia juga mengambil labu kecil yang dibawa Bawang Putih. Labu tersebut langsung diangkat tinggi-tinggi dan kemudian dibanting ke lantai hingga pecah terbelah.

Tetapi alangkah terkejutnya mereka bertiga ketika labu itu terbelah, karena di dalamnya ternyata berisi emas, intan, dan permata yang sangat banyak.

labu sebagai hadiah atas pekerjaannya. Dua buah labu itu berbeda ukuran, satu besar dan yang lainnya kecil. Karena Bawang Putih tidak serakah dan tamak, ia memilih labu yang lebih kecil.

Ibu tirinya sangat gembira. Begitu pun dengan Bawang Merah. Mereka dengan serakah langsung merebut emas, intan, dan permata tersebut. Mereka kemudian memaksa Bawang Putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan labu tersebut. Bawang Putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita Bawang Putih, ibu tirinya bersama Bawang Merah kemudian berencana untuk melakukan hal yang sama, tetapi kali ini Bawang Merah yang akan melakukannya.

Dengan sengaja ia menghanyutkan kain milik ibunya, kemudian berjalan mengikuti arus sungai dan menanyai orang-orang yang ia temui. Akhirnya Bawang Merah tiba di gubuk tua tempat tinggal si nenek.

Bawang Merah bertanya kepada si nenek tentang baju ibunya yang hanyut dan dijawab oleh si nenek bahwa baju tersebut ada padanya. Seperti kepada Bawang Putih, si nenek juga mengatakan bersedia memberikan baju yang hanyut tersebut asalkan Bawang Merah bersedia tinggal menemaninya selama seminggu.

Bawang Merah menyetujui syarat tersebut dan tinggallah ia menemani si nenek. Namun tidak seperti Bawang Putih yang rajin dan sabar, Bawang Merah justru malas dan tidak sabaran. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu memberikan baju yang ditemukan di sungai dan membolehkan Bawang Merah untuk pergi.

“Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya Bawang Merah.

Nenek itu terpaksa menyuruh Bawang Merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah, Bawang Merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut Bawang Putih akan meminta bagian, mereka menyuruh Bawang Putih untuk pergi ke sungai.

Lalu dengan tidak sabar mereka membanting labu tersebut ke lantai dan membayangkan betapa banyaknya emas, intan, dan permata yang akan mereka dapatkan. Namun ternyata bukan emas, intan, dan permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain.

Mereka berdua langsung lari ketakutan dan memanggil-manggil nama Bawang Putih. Setelah mendapat mendapat pertolongan dari Bawang Putih dan setelah menenangkan diri, barulah ibu tirinya dan Bawang Merah menyadari sifat buruk dan ketamakan mereka.

Mereka menyesali perbuatan dan tingkah laku mereka selama ini yang begitu buruk memperlakukan Bawang Putih. Keduanya lalu meminta maaf dan dengan senang hati Bawang Putih memaafkan keduanya. Mereka bertiga kemudian hidup tenang dan bahagia.

-------------

Sumber referensi:
- http://www.lokerseni.web.id/2012/01/cerita-rakyat-bawang-merah-dan-bawang.html
- http://id.wikipedia.org/wiki/Bawang_Merah_Bawang_Putih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar